,
Perkawinan menyatukan dua individu
untuk menjalani hidup bersama. Dalam kehidupan perkawinan, pasangan perlu
menyesuaikan diri satu sama lain dan juga dengan masalah-masalah yang muncul,
sehingga tercapai hubungan yang sehat dan memuaskan. Area-area dimana pasangan
merasakan masalah menunjukan area di mana pasangan perlu melakukan penyesuaian
(Landis, 1954).
Penyesuaian perkawinan dapat didefinisikan sebagai:
“Penyesuaian perkawinan adalah perubahan dan penyesuaian dalam kehidupan
pasangan selama masa perkawinan” (Landis,1954: 18-19).
Menurut Scanzoni dan Scanzoni (1976), penyesuaian perkawinan adalah:
“Penyesuaian perkawinan adalah proses adaptasi suami dan istri untuk
menghindari dan menyelesaikan konflik sehingga keduanya merasa puas dengan
perkawinannya” (Sconzoni & Scanzoni, 1976: 21-22)
Berdasarkan definisi di atas dapat
disimpulkan penyesuaian perkawinan adalah perubahan atau penyesuaian selama
masa perkawinan antara suami dan isteri untuk dapat memenuhi kebutuhan,
keinginan, dan harapan masing-masing pihak, serta untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada sehingga kedua belah pihak merasakan kepuasan.
Penyesuaian perkawinan adalah suatu proses yang terus-menerus dan berubah-ubah.
Penyesuaian perkawinan adalah proses
adaptasi dimana antara kedua individu telah belajar untuk mengakomodasi
kebutuhan, keinginan, dan harapan masing-masing, ini berarti mencapai suatu
derajat kebahagiaan dalam hubungan. Penyesuaian perkawinan bukan suatu keadaan
absolut melainkan suatu proses yang terus menerus terjadi.
- Kebahagiaan suami dan istri
Suami dan istri yang bahagia bersama
memperoleh kepuasan dari peran-peran yang mereka jalankan. Mereka juga memiliki
cinta yang matang dan stabil, mempunyai penyesuaian seksual yang baik dan
menerima peran sebagai orangtua.
b. Hubungan yang baik antara orangtua dan anak
Bagi yang sudah mempunyai anak maka
hubungan yang baik antara orangtua dengan anak menunjukkan keberhasilan
penyesuaian yang baik. Bila hubungan antara orangtua dan anak tidak baik maka
suasana rumah akan ditandai dengan adanya friksi.
c. Penyesuaian yang baik pada anak
Pada anak keberhasilan mereka
menyesuaiakan diri dengan teman-temannya, sekolahnya, akan menunjukkan
keberhasilan penyesuaian perkawinan orangtuanya.
d. Mampu menghadapi perbedaan pendapat dengan
baik
Perbedaan pendapat di dalam keluarga
merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Penyesuaian perkawinan yang baik
ditandai dengan adanya kemampuan dari anggota keluarga untuk memahami pandangan
yang berbeda dari anggota keluarganya. Penyesuaian yang baik akan tercapai
dengan cara demikian dibandingkan bila ada salah satu anggota keluarga yang
harus mengalah atau perbedaan pendapat didiamkan saja.
e. Kebersamaan
Dalam penyesuaian perkawinan yang baik,
masing-masing anggota akan menikmati saat-saat kebersamaan mereka.
f. Penyesuaian keuangan yang baik
Pada umumnya, masalah keuangan merupakan
masalah yang sering menimbulkan masalah. Terlepas dari besarnya penghasilan,
hal terpenting yang harus dilakukan suatu keluarga adalah mengatur pemasukan
dan pengeluaran rumah tangga, sehingga keluarga terhindar utang.
g. Penyesuaian dengan keluarga pasangan
yang baik
Penyesuaian yang baik dengan keluarga
pasangan akan membuat suatu keluarga jarang mengalami konflik dalam hubungan
kekeluargaannya.
Dimensi-dimensi Penyesuaian Perkawinan
Bernard ( dalam Santrock, 1973 ) mendeskripsikan
tiga dimensi pokok dalam penyesuaian perkawinan :
a. Derajat kesepahaman atau kesepakatan antar
pasangan
Kesepahaman atau kesepakatan antar
pasangan dalam berbagai masalah dalam perkawinan. Derajat kesepahaman antar
pasangan dalam berbagai aspek kehidupan perkawinan akan mempengaruhi
penyesuaian perkawinan mereka, seperti pembagian tugas-tugas rumah tangga.
b. Komunikasi yang intim antar pasangan
Komunikasi merupakan faktor terpenting
dalam penyesuaian perkawinan. Komunikasi interpersonal dapat berbentuk verbal
dan non verbal, seperti membicarakan masalah yang terjadi di rumah tangga,
menunjukkan sensivitas antar pasangan dan melengkapi komunikasi verbal dengan
komunikasi non verbal.
Area-area Penyesuaian
Perkawinan
Menurut Landis dan Knox (dalam
Feldman, 1989) area-area utama yang biasanya menyebabkan permasalahan dalam
sebuah perkawinan sehingga perlu dilakukan penyesuaian perkawinan, yaitu:
a. Keuangan
Keuangan adalah penting dalam kehidupan perkawinan, karena menentukan
bagaimana kehidupan pasangan sehari-hari. Terkadang pasangan berselisih
mengenai jumlah dan jenis pengeluaran yang perlu dilakukan, sehingga mereka
perlu melakukan penyesuaian di bidang keuangan ini.
b. Hubungan mertua ipar
Ketika seseorang menikah, ia perlu menjalin hubungan baik dengan pihak
keluarga pasangan. Setiap keluarga mempunyai nilai dan cara hidup sendiri tak
mudah bagi seseorang untuk menyesuaikan dengan nilai dan cara hidup yang
berbeda dengannya.
c. Hubungan seksual
Bagian dari penyesuaian perkawinan adalah kemampuan untuk mengekspresikan
dorongan seksual yang memuaskan kedua belah pihak. Pasangan harus melakukan
penyesuaian sehingga terdapat kepuasan di antara mereka.
d. Aktivitas sosial dan rekreasi
Pria dan wanita umumnya mempunyai minat yang berbeda menyangkut kehidupan
sosial dan rekreasinya. Setelah perkawinan mereka perlu melakukan penyesuaian
terhadap perbedaan minat yang ada diantara mereka selain itu pasangan juga
harus menyesuaikan dengan keadaan sosial dan rekreasi yang mungkin berubah
setelah perkawinan
e. Hubungan dengan teman
Seperti halnya sosial dan reaksi, suami dan istri mempunyai teman-teman
yang berbeda, sehingga dibutuhkan penyesuaian satu sama lain. Pasangan juga
perlu menyesuaikan kehidupan pertemanan mereka yang mungkin berubah setelah
perkawinan.
f. Kehidupan beragama
Kehidupan beragama juga membutuhkan penyesuaian. Tak jarang pasangan
mempunyai pandangan dan tata cara beragama yang berbeda sehingga dibutuhkan
penyesuaian untuk itu.
g. Mengasuh dan mendisiplinkan
anak
Kehadiran seorang anak dalam perkawinan dapat menimbulkan masalah emosional
di antara pasangan. Penyesuaian dibutuhkan dalam area ini.
Hurlock, 1980 (dalam Dinda Annisa Paramitha, 2002). Menambahkan, pasangan
juga perlu menyesuaikan diri satu sama lain, belajar untuk menjalin hubungan
emosional dan berbagai afeksi.
Bentuk Penyesuaian Perkawinan
Menurut Rusbult dan Zembrodt (dalam
Barondan Byrne, 1994) terdapat dua bentuk perilaku yang dapat dilakukan manusia
ketika menghadapi suatu hubungan yang tidak membahagiakan, yaitu aktif dan
pasif. Hal yang sama berlaku dalam kehidupan perkawinan, dalam menghadapi suatu
masalah, pasangan dapat menghadapinya secara aktif maupun pasif.
a. Aktif
Dengan cara ini,
apabila pasangan suami istri menghadapi suatu masalah tertentu, mereka secara
aktif memutuskan apakah akan menyelesaikan masalah yang bersangkutan (voice)
atau mengakhiri hubungan perkawinan (exit). Mereka dapat memutuskan
bahwa mereka harus membicarakan permasalahan ini dan mencoba untuk mencari
jalan keluar yang terbaik.
b. Pasif
Dalam menghadapi
masalah secara pasif, pasangan seakan tidak memperdulikan adanya masalah
tersebut. Pasangan tidak berusaha untuk menyelesaikan masalah ataupun melakukan
tindakan untuk mengakhiri hubungan. Dengan cara ini seseorang dapat berdiam
diri secara pasif dan menunggu masalah tersebut terselesaikan dengan sendirinya
(loyalty), atau berdiam diri dan menunggu sehingga masalah semakin parah
dan merusak hubungan yang ada (neglect).
Faktor-faktor yang Menyebabkan Penyesuaian Perkawinan
Menurut Hurlock (1980), terdapat kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan penyesuaian perkawinan, yaitu:
a. Saat menjadi orang tua (timing of
parenthood)
Jangka waktu sejak
perkawinan hingga pasangan memiliki anak akan mempengaruhi penyesuaian
perkawinan bila anak pertama lahir sebelum pasangan dapat menyesuaikan diri
satu sama lain dan atau keadaan keuangan belum stabil, penyesuaian perkawinan
akan lebih sulit untuk dilakukan.
b. Keadaan keuangan yang stabil (stable
financial condition)
Keadaan ekonomi
pasangan akan mempengaruhi penyesuaian perkawinan. Pasangan yang mempunyai
status ekonomi yang baik atau yang diinginkan akan dapat melakukan penyesuaian
perkawinan lebih mudah dibandingkan pasangan yang mengalami kesulitan ekonomi
keuangan.
c. Harapan yang tidak realitis akan perkawinan (unrealistic
expectations of marriage)
Harapan yang
tidak realitis akan kehidupan perkawinan akan mempersulit penyesuaian
perkawinan. Terkadang pasangan tidak menyadari permasalahan dan tanggung jawab
yang dapat timbul dalam sebuah perkawinan. Harapan atau bayangan bahwa
perkawinan akan selalu romantis dan tidak pernah bermasalah sering membawa
kekecewaan dan mempersulit penyesuaian perkawinan.
d. Jumlah anak (Number of childeren)
Kesepakatan
pasangan akan jumlah anak yang akan dimiliki akan mempengaruhi penyesuaian
perkawinan. Apabila pasangan sepakat akan jumlah anak yang akan dimiliki dan
berhasil mencapai jumlah tersebut, penyesuaian perkawinan pasangan tersebut
akan lebih mudah.
e. Urutan kelahiran dalam keluarga (Ordinal
position in the family)
Semakin mirip
peran dalam perkawinan dengan peran yang pernah dipelajari dalam keluarga,
semakin mudah penyesuaian perkawinannya. Urutan kelahiran dalam keluarga
mempunyai peran yang penting, karena peran yang dipelajari sesuai urutan
tersebut akan terbawa pada kehidupan perkawinan. Menurut Hurlock (1980)
penyesuaian perkawinan akan lebih mudah apabila suami adalah anak sulung dengan
adik perempuan, sedangkan isteri adalah adik dari kakak laki-laki.
f. Hubungan dengan keluarga pasangan (in law
relationships)
Hubungan dengan keluarga
pasangan (pihak mertua dan ipar) akan mempengaruhi penyesuaian perkawinan.
Semakin baik hubungan tersebut, semakin mudah pula penyesuaian perkawinannya.